Buy Me A Coffee!

GoPay

Monday, May 19, 2014

Perjalanan Cesatu Ke Sawarna



Sawarna adalah sebuah lokasi di provinsi Banten. Sawarna terkenal dengan wilayah pantainya yang menghadap samudera Hindia. Kebetulan hari Jum'at dan Sabtu lalu saya bersama rekan-rekan kelas kampus saya menyambangi pantai ini sejenak.

Biaya

Perkiraan awal untuk perjalanan ini adalah sebagai berikut:
Rp 2.000.000 untuk transportasi
Rp 1.000.000 untuk penginapan
Jumlah peserta yang ikut adalah 20 orang, maka ditetapkan biaya untuk pergi adalah Rp 150.000 setiap orangnya. Namun ternyata biaya tersebut dirasa kurang karena belum ditambah biaya konsumsi dan lainnya, maka uang iuran masing-masing pelancong adalah Rp 200.000.

Transportasi

Kami berangkat menggunakan dua mobil, yakni mini bus pariwisata dan mobil Suzuki Ertiga. Pada awalnya kami berencana untuk berangkat hanya menggunakan satu mobil karena pesertanya hanya 17, namun ternyata peserta bertambah. Beruntung beberapa dari kami memiliki mobil. Maka peserta dibagi menjadi dua grup, 6 orang naik mobil ertiga, 14 orang lainnya naik mobil mini bus.

Untuk biaya bensin mobil tambahan dicanangkan dana sebesar Rp 600.000, namun pada akhirnya terpakai hanya Rp 220.000.

mini bus yang kami pakai

Saya duduk di sebelah Erwin (yang lagi 'peace')

Ini Firmansyah, bersama mobil Ertiganya


Perjalanan

Perjalanan ke Sawarna menempuh waktu kurang lebih 7 jam. Karena kami hanya akan tinggal selama 2 hari 1 malam di Sawarna maka akan lebih baik jika sampai lebih pagi. Karena itu kami berangkat hari Jum'at (16 Mei 2014) dari jam 1:22 pagi.

Mungkin karena bukan musim liburan dan bukan akhir minggu, perjalanan ke Sawarna terasa cukup lancar. Hm.. saya sebenarnya tidak begitu yakin, karena saya tidur sepanjang perjalanan, haha. Namun saya rasa cukup lancar.

Setelah sholat Subuh di sebuah mesjid (saya lupa di mana, kami berhenti sejenak di sebuah mesjid yang kami temui), kami berhenti sejenak di Palabuhan Ratu sekitar jam 8 pagi. Untuk masuk ke kawasan ini kami harus membayar biaya retribusi. Biaya ini disesuaikan dengan ukuran kendaraan.  Dikarenakan kami menggunakan mini bus maka kami harus membayar sebesar Rp 30.000. Untuk mobil satunya lagi, Suzuki Ertiga, saya kurang tahu berapa.

Di sana kami sarapan. 7 orang dari kami makan bubur ayam seharga Rp 7.000, 13 orang lainnya, ditambah seorang supir, makan nasi goreng seharga Rp 10.000.
suasana Palabuhan Ratu
Setelah kenyang dan berfoto sejenak, kami membayar parkir (Rp 5.000) dan melanjutkan perjalanan.

Penginapan

Kami sampai di Sawarna sekitar jam 9. Setibanya di sana kami segera mencari tempat penginapan. Ya! Kami baru mencari tempat penginapan! Beruntung ada sebuah penginapan yang lumayan luas dan kosong disana.

Penginapan yang kami singgahi bernama "Andrew Batara Home Stay." Letaknya bertepatan di sebelah sungai dekat jembatan gantung menuju pantai.

AC di ruang tengah. Di dalam satu kamar besar juga ada AC, bahkan ada kipas anginnya.

ada nomor telepon, pin bb, e-mail, dan facebooknya juga. Siapa tahu mau kontak penginapan ini

Jembatan menuju arah pantai

Bagian belakang penginapan

Penginapan ini memiliki 2 kamar mandi (1 di dalam, 1 di luar), 3 kamar, 2 AC, dan 1 televisi. Tamu yang hadir juga diberikan fasilitas sebuah dispenser lengkap dengan galon air yang sudah terisi. Di bagian belakang juga terdapat keran untuk mencuci badan terlebih dahulu yang mungkin bisa digunakan jika anda berkotor-kotor ria di pantai. Biaya penginapan ini adalah Rp 750.000 per hari nya. Murah bukan?

Oh ya, bagi kamu yang memerlukan keperluan sehari-hari juga jangan khawatir. Di dekat penginapan ini terdapat Alfamart dan Indomaret lo!

Karena saat itu adalah hari Jum'at, maka saya dan teman-teman laki-laki lainnya bersiap-siap untuk sholat Jum'at di mesjid yang letaknya tidak jauh dari penginapan.

Gua

Setelah sholat Jum'at, saya makan di sebuah warteg di dekat penginapan (Saya makan dengan nasi ditambah sayur labu dan telur dadar, harganya Rp 9.000). Setelah kenyang kami memulai rekreasi dengan mengunjungi gua Lalay.

Lalay berarti kelelawar. Gua ini letaknya sekitar 300 meter dari penginapan kami. Hmm... sebenarnya itu jarak menuju gang arah gua lalay. Mobil kami hanya bisa parkir di sana. Untuk menuju gua nya itu sendiri kami harus berjalan lagi sekitar 300 meter.

Suasana perjalanan menuju gua Lalay menyenangkan karena hamparan sawah membentang sejauh mata memandang. Suasana kampung sangat terasa. Bebek dan ayam berkeliaran mengiringi perjalanan kami.

Kami kemudian tiba di sebuah pos gua Lalay. Di sana kami harus mendaftar dan membayar uang retribusi sebesar Rp 5.000 per orang. Jumlah kami ada 20 orang, namun kami dapat potongan harga menjadi 17 orang. Setelah membayar, kami diberikan tawaran apakah ingin menggunakan helm, lampu kepala, dan senter. Uhuk, ternyata masing-masing perlengkapan tadi dibiayai lagi Rp 5.000 per benda nya. Tapi kami putuskan untuk menggunakan cahaya flash light handphone saja sebagai senter. Setelah negosiasi selesai, kami diminta untuk melepas sendal dan memulai perjalanan. Kami dibimbing oleh seorang pemandu dan mulai memasuki gua.

Itu adalah pertama kalinya saya masuk ke gua alami. Gua terakhir yang saya sambangi sebelumnya adalah gua bunker, yakni gua Belanda. Yang satu ini beda. Karena gua alam maka medannya terjal, berbatu, licin, dan basah. Dimana-mana tanah liat teronggok dan membentuk pulau-pulau kecil. Air menggenang dan mengalir mulai dari setinggi mata kaki hingga sepaha orang dewasa. Satu hal yang saya rasa luar biasa adalah kegelapan pekat jika tidak ada cahaya senter. Saya menjadi paham kenapa orang bisa tersesat di dalam gua karena kegelapan seperti saat itu bisa membuat siapapun kebingungan.

Kami melangkah dan menyusuri gua. Cahaya-cahaya dari lampu blitz handphone menerangi perjalanan. Lucunya salah seorang teman saya memiliki handphone namun belum mengunduh aplikasi senter, jadi dia hanya menggunakan layarnya dan menampilkan tampilan berwarna putih agar cukup terang.

Kami harus saling membantu untuk menyusuri gua Lalay. Beberapa kali saya hampir terjatuh, untung saja ada yang memegang saya.

Di ujung perjalanan kami diberikan pilihan apakah ingin keluar gua dari sisi yang lain namun harus mendaki atau ingin kembali saja. Kami jatuh ke pilihan kembali karena nampaknya medannya cukup terjal untuk mendaki gua tersebut.

Pantai

Setelah puas dengan gua Lalay kami kembali ke penginapan, sholat Ashar, dan bergegas ke pantai. Untuk menuju pantai kami harus menyeberangi jembatan gantung, kemudian kami harus membayar retribusi lagi sebesar Rp 5.000 per orang. Biaya ini hanya dikenakan sekali. Jadi jika kami pergi lagi ke pantai keesokan harinya kami tidak perlu membayar kembali.

Tiket retribusi ke pantai di Sawarna

Pantai yang ada di daerah Sawarna memiliki pasir putih dan bersih. Saya menilai pantai ini juga lebih bersih dibandingkan pantai yang terakhir kali saya kunjungi, Santolo. Ombaknya sendiri cukup besar karena ini adalah garis pantai yang menghadap samudera. Sementara rekan-rekan saya bermain dan menyatu dengan gulungan ombak, saya bermain pasir. Pasir disini sangat menyenangkan untuk dimainkan. Teksturnya lembut dan menyatu dengan mudah dengan air. Sayang hanya sebentar kami disini sehingga saya kurang banyak bereksperimen untuk membentuk beragam patung.

Patung pertama. Kepala dan tangan. Agak menyeramkan ya?

Yang ini kaki, dikerjakan pas hari Sabtu. Sebenarnya bingung mau bikin apa, jadi saya putuskan saja membuat kaki.
Selain pasirnya, pemandangannya pun indah. Dilingkupi bukit, sawah, dan pantai, semuanya menyatu dengan indah.

Sunset di sini indah, sayang waktu itu ada awan

Sisi lain pemandangan matahari terbenam

Pohon yang tumbang, memberikan kesan eksotis

Ini bagian lain dari pantai, namanya ujung Layar. Mirip tanah lot ya?



Pulang

Hari Sabtunya kami sarapan dulu kemudian menyempatkan sekali lagi ke pantai dan kemudian langsung pulang jam 1 siangnya. Setelah singgah sebentar di Sukabumi untuk makan (rumah makan Panorama, ayam goreng dan nasi, Rp 35.000), kami kemudian singgah ke produsen Moci Kaswari Lampion. Letaknya di Jl. Bhayangkara G. Kaswari.

Moci Lampion adalah sebuah merek moci terkenal dari Sukabumi. Bagi anda yang selama ini hanya pernah makan moci berisi kacang tanah, anda akan terkejut dengan rasa di produsen moci yang satu ini. Di sana disediakan beragam rasa isian moci mulai dari strawberry, coklat, blueberry, keju, hingga yang paling saya suka, durian. Harga setiap kotaknya adalah Rp 30.000 dengan isi 15 moci. Memang mahal, tapi sebanding dengan rasanya yang amat sangat enak.

Setelah sholat maghrib di musholla Moci Lampion, kami pun pulang ke Bandung.

Kotak Moci Kaswari Lampion rasa durian.


Rekap Biaya


Jadi, berapa biaya perjalanan yang dikeluarkan? Saya hanya akan melakukan rekap biaya dari pribadi ya.

Patungan (sudah termasuk tiket masuk wisata), Rp 200.000
Ember (untuk main pasir), Rp 15.300
Sekop (untuk main pasir), Rp 15.000
Kuas (untuk main pasir), Rp 2.900
Semprotan air (untuk main pasir), Rp 13.500
Chitato ayam bumbu (bekal perjalanan), Rp 18.800
Aqua 1500 ml (bekal perjalanan), Rp 3.900
Antangin Permen Herbal Fresh (bekal perjalanan), Rp 1.000
Pop Mie (jajan), Rp 5.000
Nissin Wafer (jajan), Rp 13.000
Susu kotak ultramilk (jajan), Rp 7.000
Nasi + sayur labu+ telur dadar (makan siang), Rp 9.000
Nasi goreng (makan malam, subsidi Rp 5.000 dari uang patungan), Rp 5.000
Nasi + tempe oreg + telur balado (makan pagi), Rp 10.000
Nasi + Ayam goreng (makan sore di perjalanan pulang, subsidi Rp 10.000 dari uang patungan), Rp 25.000
Total: Rp 344.400

Woah! Ternyata banyak juga pengeluaran saya. Memang sih awalnya kesannya murah (hanya Rp 200.000), tapi ternyata banyak bocor di sana-sini.

Have fun bagi yang ingin melakukan perjalanan ke Sawarna! Selalu berhati-hati di jalan, dan ingat, jangan buang sampah sembarangan!


Happy traveling!

p.s: gehol kan bahasa gue yang keformal-formalan? Uwuwuwuwu

No comments:

Post a Comment

Comment is caring :)