Sekarang waktu
yang tepat untuk refleksi diri. Bukan, bukan pijat-pijat, namun memandang ke
belakang apa yang sudah saya lakukan. Tapi pijat-pijat sepertinya oke juga. Hey,
jadi ngelantur.
Auto-pilot
Beberapa minggu
ke belakang ini saya merasa dalam mode auto-pilot. Istilah ini saya ambil dari
film “Click” yang dibintangi Adam Sandler. Film ini menceritakan remot kontrol yang
dapat mengontrol waktu, dan saat pemegangnya melompat ke masa depan, maka masa
di antara masa kini dan masa depan akan diisi oleh kegiatan yang tak dirasa
dilakukan oleh pemegang remot, yakni auto-pilot. Sebuah kondisi saat pikiran
tak merasakan peristiwa namun badan tetap bergerak.
Itulah yang saya
rasakan. Peristiwa yang lalu hanya pengisi, tidak terasa maknanya. Bagai makanan
tak bergaram. Memang bikin kenyang, namun hambar. Terlebih lagi saya tersadar,
saya tidak mengikuti berita.
Saya tidak
mengetahui apa yang sedang terjadi di Indonesia sekarang. Beberapa hanya
kelebatan peristiwa dari linimasa jejaring sosial saya. Peristiwa pengungsi
Rohingya di Aceh, beras plastik, langgam jawa. Semuanya hanya saya lihat
sepintas, tak ada yang terasa tuntas. Saya merasa demikian karena saya tidak
dapat menceritakan kembali fakta menarik dari topik di atas. Bukannya tidak
menarik, namun saya mengabaikannya dengan alasan tidak sempat.
Waktu
Ada sebuah
kalimat dari teman yang masih terpatri di memori saya. Kalimat ini berbunyi “Bukannya
tidak waktu luang untuk belajar, tapi luangkan waktu untuk belajar.” Konteks
pembicaraannya kala itu adalah belajar bahasa Jepang. Akan tetapi kalimat ini
bisa digubah ke peristiwa apapun. Layaknya ketidakpedulian saya akan peristiwa
di Indonesia dengan membaca berita, bukannya tidak sempat, namun tidak
menyempatkan.
Akan tetapi jika
semua hal dapat dilakukan dengan menyempatkan, namun selama ini terasa tidak sempat,
apa yang saya lakukan? Kontemplasi saya ini berujung pada waktu luang yang saya
lakukan kebanyakan sempat untuk melakukan hal lain. Hal lain seperti membaca
artikel untuk melakukan riset untuk kepentingan pekerjaan, membuka jejaring
sosial, menonton video-video konyol. Ah, ternyata selama ini saya sempat, namun
kesempatan tersebut digunakan secara hampa.
Fokus
Saya ingin
mencoba untuk kembali memanfaatkan waktu dengan cara strategi terrencana. Alangkah senangnya waktu
saya menggunakan teknik Pomodoro. Saya dapat meninjau kembali kegiatan yang
sudah saya lakukan. Saya dapat mengetahui seberapa produktif diri saya.
Walaupun mungkin ada beberapa jeda waktu auto-pilot, namun hal itu tercatat dan
saya dapat meninjau kembali manfaatnya. Hal tersebut menjadikan saya merasa
lebih bermanfaat.
Rasa Senang
Ah, dari refleksi
ini saya mengambil kesimpulan bahwa saya akan merasa senang jika pekerjaan yang
saya lakukan produktif, tercatat, dan dapat ditinjau kembali. Saya rasa hal ini
pula yang menjadikan saya senang untuk menulis blog. Lihat, beberapa bulan ke
belakang saya tidak menulis, hal itulah yang menjadikan saya gundah gulana.
Pffft.
Penutup
Artikel ini
nampaknya cukup serius. Bahasa yang saya gunakan baku dan kurang kekanakan.
Apakah ini tandanya saya sudah dewasa? Iya kali ya. Sudah bapak-bapak.
Uhuk-uhuk *elus kumis*. Ups, kembali ke inti artikel ini. Saya akan mencoba
untuk mencatat kegiatan yang saya lakukan dengan sistem Pomodoro, tidak ignorant lagi ke berita dengan
menyempatkan 3 artikel berita sehari, dan mengurangi membuka media sosial
terlalu sering. Haha.
Thanks for
reading. It’s not necessary to read, but worth to write. Ciao! *terbang*